Jumat, 15 Februari 2013

GENERASI MELEK PSW



GENERASI MELEK PSW
Oleh :  Cak Rasyid / Infokom DPC PSW Cilacap

Generesi melek pejuang sholawat wahidiyah
Sholawat wahidiyah; secara bahasa sholawat kesadaran sedangkan secara istilah Rangkaian do’a/ sholawat Nabi yang mengajak seluruh umat masyarakat cepat-cepat sadar Kepada Allah SWT. Dan Rosul-Nya (Ma’rifatulloh wa Rosullihi). Sholawat Wahidiyah mempunyai faedah diantaranya Kejernihan Hati/ ketentraman batin.

Rangkaian sholawat wahidiyah diawali dengan surat Al-Fatihah, dan diberi nama Sholawat Wahidiyah. Kata Wahidiyah diambil sebagai tabarrukan (mengambil berkah) salah satu asmaul husna yang terdapat dalam sholawat yang pertama, yaitu Waahidu artinya Maha Satu. Satu tidak bisa dipisah-pisahkan lagi, mutlak satu azlan wa abadan. Satu bagi Allah tidak seperti satunya makhluk. Para ahli mengatakan, bahwa di antara khowas (hasiat) al-Waahidu, adalah menghilangkan rasa bingung, sumpek, resah/gelisah dan rasa takut. Barang siapa membacanya dengan sepenuh hati dan khudhu’, maka dia dikaruniai oleh Allah SWT tidak mempunyai rasa takut/khawatir kepada makhluk, dimana takut kepada makhluk itu adalah sumber dari segala balak/bencana di dunia dan di akhirat. Dia hanya takut kepada Allah SWT saja. Barang siapa memperbanyak dzikir al-Waahid al-Ahad atau Yaa Waahid Yaa Ahad maka Allah SWT membuka hatinya untuk sadar bertauhid, memahaesakan Allah SWT (sadar Billah).

Sekitar dua puluh tahunan yang lalu tepatnya pada tahun 1989 Bangsa atau Rakyat Indonesia menangis, bahkan dunia, kita semua tidak terasa telah di tinggal oleh Almaghfurllah Al-Habib As-Syeh KH. Abdoel Madjid Ma’roef, RA. Mualif sholawat Wahidiyah, sebagai pemimpin dunia dalam bidang ilmu Kesadaran, beliau merupakan keturunan beliau Rasul SAW. dari Sayyid Hasan putra Sayyidina Ali cucu Rosul SAW.

Sebagai umat awam rasa cinta kita tak terbatas kepadanya, tetapi  sebagai umat tidak usah kwatir, panik dan resah, bahwa dibelakang beliau masih banyak sebagai generasi yang diakuinnya dalam bidang kesadaran dan perjuangan yang telah diamanatkan serta ditanamkan sejak beliau masih sugeng (hidup), sebutlah para ‘awan-‘awannya; beliau KH. Ihsan Mahin, KH, Jazuli Yusuf, KH. Zainal Fanani, KH, Ruhan Sanusi, KH. Thowaf, KH. Ibnu Alwan, KH. Masruh IM, K. Nafi IM, K. Sholehudin JY. Imam-imam Jama’ah Serta para pengamal   dan masih banyak yang lainnya, itu semua mempunyai pesan dan wejangan untuk menjaga keaslian, kemurnian dan melestarikan Sholawat Wahidiyah baik secara tersirat atau tersurat. Tanpa terkecuali lembaga yang dibentuk oleh Beliau yaitu Lembaga Penyiar Sholawat Wahidiyah (PSW).

Dalam generasi yang melek, perjuangan Sholawat Wahidiyah, yang lazimnya diwadahi oleh sebua wadah yang terdaftar oleh Departemen Sosial dan Hukum skala nasional dan internasional; seperti DPP PSW, DPW PSW, DPC PSW dan DPLN PSW. Itu semua mempunyai misi dan visi yang seragam sesuai dengan amanat beliau masih sugeng (hidup), yakni. Perjuangan Fafirru Ilalloh, mengajak umat masyarakat jamial alamin supaya sadar kepada Allah dan Rosul-Nya.

Perjuangan sholawat wahidiyah mempunyai sasaran yang umum, yakni perjuangan yang tidak berafiliasi pada satu satu golongan melainkan kaffata lin-nasi.  Yaitu perjuangan tanpa pandang bulu, ras dan golongan. Karena yang diperjuangkan merupakan ajakan membaca, mengamalkan, mencintai Rosul SAW, dengan satu alat yakni mengamalkan Sholawat Wahidiyah beserta masyiyanya.

Generasi melek dapat teraplikasikan, terwujud, pengetrapan bimbingan beliau Mualif SW. sebagaimana peran para pemuda dalam aktif di lembaga-lembaga tersebut diatas dan di bawahnya seperti badan-badan kerja, antara lain badan pembinaan kanak-kanak, badan pembinaan remaja, badan pembina ibu-ibu, para tokoh-tokoh agama serta imam-imam jamaah dan lain-lain. Itu semua harus ,terwujud dan berjalan dan masih banyak sekali yang perlu diambil positifnya, sehingga generasi wahidiyah muslim sejak dini terselamatkan untuk dapat membaca kejadian alam/ dunia serta mampu mengaplikasikan khaliya dan qouliyah dalam berbagai aspek kehidupan serta memahami esensi sholawat Wahidiyah yang dikandunginya. 
Namun yang menjadi kegelisaan sekarang adalah sudahkah kita/ lembaga yang disebut diatas mampu atau bangkit dan sesuai dengan judul diatas ? Generasi yang bersholawat atau cinta Rosul SAW.? Serta mencerna, memahami makna hakikat sholawat Wahidiyah ? atau justru menciptakan generasi yang menakutkan untuk kejadian alam, sebutlah pengkultusan. ? yang tatkala semua umat tidak boleh disingkuri bahkan dinafikan. ?! namun tidak memahami isi ? bila demikian; What, Wrong, With them ?.
Secara jujur kita mengakui dan sudah merasa senang jika adik-adik, tetangga, kerabat, teman, saudara, bahkan lain agama. Cinta Rosul SAW/ mengamalkan sholawat wahidiyah dalam konteks hidup keseharian atau setiap waktu pagi sore dan malam, paling tidak terdengar suaranya lewat alat-alat modern, meskipun ia tidak paham makna dan esensi dari sholawat itu sendiri. Dengan alasan membaca Sholawat pasti terkabul/ diterimah serta mendapat rohmat, benarkah hanya seperti itu ? Penulis yakin tidak hanya sekedar itu, melainkan harus, pasti ada tujuan dari sholawat atau mencintai Rosul SAW. ? lalu dimana letak jargon bersholawat/ sholawat wahidiyah sebagai ppenuntun atau sarana pegangan hidup, jika hanya dibaca Withouth Under Standing ? dan langka apa ? a. Diam dan b. Gerak ataukah Gerak dan Diam ?

Pada dasarnya Sholawat Wahidiyah diperjuangkan oleh generasi, hanya untuk mengemban amanat dan merupakan bentuk Rohmat Allah SWT.  Sekalian untuk alam. Yakni dengan adanya Sholawat Wahidiyah  diharapkan dapat menghias isi Dunia dan kemajuan dibidang Ilmiah, khususnya dalam bidang nilai-nilai Kesadaran Kepada Allah dan Rosul-Nya. Dengan berbagai sifat idealis praktek bersholawat.

Melihat Positif universal Sholawat Wahidiyah. Sangat mungkin akan terbukanya bagi generasi/ pejuanguntuk senantiasa eksis dan bersaing dalam kehidupan yang global secara empiris dan hakiki. Demi perjuangan islam kaffah karna didalam pembinaan dan kandungan mistis atau akoid (akidah, iman) selama tidak menyimpang dari jalur Islam yang telah ditentukan oleh Islam. yakni Al-qur’an serta Al-Hadits. Dan mampu menahan atau menafikan kejadian alam yang tidak sesuai dengan norma-norma Tuhan. Religiusitas.

Bahwa isi ke-imanan dalam Sholawat begitu sangat tinggi nilainya, apakah benar para pejuang/ penyiar Sholawat Wahidiyah sudah memahami dan mangaplikasikan dalam bentuk sehari-hari. Sebagai taraf pejuang yang muncul atau lahir kegenerasi yang mampu menyerapkan, menuangkan kegenerasi selanjutnya dan rabbani sehingga tidak terjerumus kedalam lingkaran setan atau sejarah-sejarah yang ada dari pemahaman yang kurang, hanya masalahnya sudahkah generasi pejuang PSW, PENGAMAL memiliki sifat yang sedemikian ? bila belum apa sebabnya?



Semoga Dapat Bermanfaat Bagi Pribadi dan Umumnya
 Sebagai Media Intropeksi Diri !!!!!!!!!!!!!!!

Rabu, 13 Februari 2013

Negatifnya Kyai Politik



 Negatifnya Kyai Politik

Kadang saya merasa gelisah dan ada yang mengganjal dalam fikiran, ketika mendengar dan melihat Kiai berpolitik atau terjun ke dunia politik praktis ? Timbul pertanyaan dalam diri saya dan mungkin juga pertanyaan sebagian besar masyarakat, lalu siapa yang akan mengurusi umat ?

Saya adalah salah satu dari yang kurang sependapat kalau kiai berkiprah di politik praktis. Alasan saya sederhana saja, bagaimanapun kiai adalah simbol panutan yang erat kaitannya dengan kehidupan ber-agama. Politik praktis bagi seorang kiai terlalu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dan akan ditanggungnya serta pada gilirannya akan ditanggung pula oleh umat yang ada dibawahnya.

Bermain politik cenderung bersentuhan dengan rayuan dan jebakan dalam berbagai bentuk, bisa kekuasaan, materi, permainan kotor, tipu daya serta fitnahan, sementara diakui atau tidak diakui tidak seluruhnya kiai yang kita miliki cerdas dan piawai dalam melakukan kiprah politik.

Perasaan akan tergores, saat mana kiai politikus kita melakukan cedera politik, cemoohan atau kata-kata sinis yang akan terlontar di kalangan publik “kiai kok korupsi ?” atau “kiai kok terima suap ?” bahkan “kiai kok saling menghujat ?” dan masih banyak komentar lain yang mamanaskan telinga kita. Semestinyalah kiai ditempatkan pada posisi yang netral, hanya mengurusi hal-hal yang menyangkut kemaslahatan umat, bukannya berpolitik praktis, yang nyata-nyata berwajah kotor.


Dalam sebuah wawancara dengan Tempo Interaktif beberapa waktu yang lalu, Masdar F Mas’udi, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyatakan : “jika pesantren dan kiainya berpolitik praktis, maka buntutnya akan mengancam otoritas sang pemimpin informal itu”, lebih lanjut menurutnya “Kharisma kiai meredup kalau kiai ikut bermain dalam percaturan politik, dengan menjadi corong salah satu orsospol tertentu,”.

***
Memperbincangkan peran Kiai tidak akan terlepas dari kehidupan Pesantren dan berbicara kehidupan Pesantren sudah barang tentu identik dengan organisasi massa Islam Nahdlatul Ulama atau disingkat NU. Hal ini sangatlah wajar mengingat NU lahir dari kehidupan tradisi pesantren.

Menurut Prof DR KH Said Aqil Siradj, MA, Ketua PBNU : “NU adalah organisasi massa (ormas) Islam terbesar di dunia. Tidak berlebih, bila dikatakan figur baru yang didukung dengan visi dan program yang praksis akan berpengaruh besar pada kehidupan umat beragama di negara ini. NU yang lahir dan berkembang dari pesantren merupakan aset bangsa yang amat besar potensinya, apalagi mengingat bangsa kita tengah didera berbagai problem yang kompleks. Tentunya, harapan besar dipanggulkan kepada NU untuk bisa menunjukkan karyanya serta partisipasinya dalam memperkukuh demokratisasi yang sudah menjadi tuntutan utama dalam membangun bangsa dan negara”.

Dalam konteks eksistensi Pesantren NU dan para kiainya, tidaklah mengherankan apabila sejak Rezim Orde Baru hingga Era Reformasi sekalipun, peran kiai menjadi sorotan penting, khususnya saat mendekati pelaksanaan Pemilihan Presiden, Pemilihan Anggota Legislatif maupun Pemilihan Kepala-kepala Daerah. Intensitas kunjungan elite politik ke pesantren untuk sekedar sowan kepada kiai menjadi lebih sering.

Ketua Umum PBNU, KH. Hasyim Muzadi menjadi contoh konkrit, ketika dihadapkan pada dua pilihan untuk menerima “pinangan” Megawati dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ataukah Wiranto dari Partai Golkar yang akan menempatkan pada posisi calon wakil presiden. Begitu pentingnya otoritas seorang kiai, walaupun hanya menjadi orang nomor dua, mengingat Hasyim Muzadi adalah pimpinan umat warga Nahdliyyin.

Posisi kiai menjadi penting dalam menjaring perolehan suara atau vote gaters, karena kiai memiliki otoritas dan memiliki umat yang banyak. Paling tidak dalam kalkulasi instan oleh para elite politik bahwa peran kiai akan sangat menguntungkan.

***
Sejarah mencatat, keterlibatan kiai dalam politik secara nasional, ketika NU yang berdiri tahun 1926 sebagai organisasi sosial keagamaan berubah menjadi partai politik tahun 1952. Ia memisahkan diri dari federasi Masyumi, langsung ikut terjun pada Pemilu 1955, dan meraih kedudukan tiga besar (45 kursi DPR) setelah Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Masyumi. Pada Pemilu 1971, Partai NU masih menunjukkan kekuatannya. Meraih 58 kursi DPR di bawah kehebatan dominasi Golkar yang meraih 252 kursi DPR. Sedangkan PNI, pemenang Pemilu 1955, sangat terpuruk. Hanya mendapat 20 kursi saja (dari 57 kursi Pemilu 1955).

Saat rezim Orde Baru berkuasa, peran kiai dalam kancah politik sempat menyurut dengan dikeluarkannya kebijakan NU untuk “kembali ke khittah”. Secara garis besar Kembalinya ke Khittah NU menyebutkan, "Sebagai Jam'iyah, NU secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan mana pun. Dalam Hal warga NU menggunakan hak politiknya, penggunaannya harus secara bertanggung jawab, sehingga dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis, konstitusional, taat hukum, dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama."

Seiring dengan reformasi yang ditandai jatuhnya rezim Orde Baru, kiai NU kembali tertarik dalam percaturan politik nasional demi menyalurkan aspirasi warganya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak terbendung lagi lahirnya Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB yang menandai kebangkitan kiai NU dalam kehidupan berpolitik. Tidak tanggung-tanggung perolehan suara PKB dalam Pemilu 2004 menandai kebangkitan tersebut.

Namun, lagi-lagi realitas politik ternyata menggoyahkan otoritas kiai, manakala kiai harus melakukan persekongkolan dengan penguasa dan elit politik. Kiai mengambil peran sebagai pelegitimasi kekuasaan dengan nilai tawar tertentu yang saling menguntungkan.

Dalam konteks yang demikian, kiai sebagai pemegang legitimasi agama menjadi faktor yang sangat kuat untuk dapat mempengaruhi tindakan sosial politik dan kemasyarakatan yang ujungnya dimanfaatkan oleh pihak penguasa dan elite politik untuk melegalkan kepentingan-kepentingan duniawi mereka.
 
Kiai dan pesantren menjadi terjebak dalam hegemoni kekuasaan, seolah-olah penguasa mampu menjadi penyelamat dan menjawab setiap permasalahan kiai dan pesantren, padahal sebenarnya hanya kepentingan agar kiai dan pesantren turut serta dalam melanggengkan suatu kekuasaan.

***
Menurut KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus : “Fungsi kiai sebagai salah satu alat kontrol kekuasaan, maka setiap pemuka agama seharusnya memiliki integritas tinggi. Karena integritasnya itu, pengaruh mereka menjadi lebih kuat dari kekuasaan yang dihadapi, tapi di sisi lain tidak membuat kekuasaan menjadi mandul dan kontraproduktif karena tekanan pemuka agama”

Kiai yang memiliki integritas paling tidak kiai yang mau secara terus menerus melakukan kajian ulang tentang tradisi pesantren, yang tidak melupakan sejarah awal pendirian pesantren, yang ternyata mampu berdiri sendiri baik secara ekonomi dan pendidikan, tanpa bantuan siapapun.

Mungkin layak disimak, ungkapan para pendukung Gus Mus untuk tidak terjun ke kancah politik praktis : "Tempat kiai di pesantren. Membangun peradaban di kantong-kantong pedesaan." "Ngapain jadi pejabat? Masih merasa kurang drajat, semat, pangkat? Masih kurang hangat tinggal di lingkungan sosial yang paling ramah di pesantren? Di desa?"

Membangun kharisma bukanlah perkara mudah dan memerlukan proses yang sangat panjang, tetapi menghancurkanya dapat dilakukan setiap saat.

ENGKAU ORANG BUAT DOSA


ENGKAU ORANG BUAT DOSA

engkau orang buat dosa
dah tahu hukum hakamnya
tapi aurat dedah juga
atau saja nak buat dosa

engkau orang belajar agama
ilmu itu kira dalamlah juga
tapi perangai masya Allah
tak tahulah nak di kata

engkau orang belajar agama
belajar akhlak tapi tak guna
buruk baik dah tahu semuanya
tapi masih tak sedar juga

engkau orang belajar agama
dosa pahala dah tahu semuanya
adap sopan entah kemana
lelaki perempuan sama saja

engkau orang sama saja
dah dapat beza baik buruknya
tapi kenapa tak insaf juga
kesana kesini membuat dosa

engkau orang belajar agama
mejoriti umat islam pula semuanya
kalau orang tegur adalah silapnya
ini tidak muncung mulut bukan main mengata

engkau orang belajar agama
tegakkan syiar jadilah orang yang berguna
hidup ini bukan lama
so ... banyakkanlah pahala bukan dosa

ada ilmu tapi tak guna
sekadar buat koleksi kat kepala
kan dah tambah dosa
lebih baik bertaubat segera

ya ALLAH lindungilah kami semua dari siksa neraka, kubur, fitnah mati, fitnah hidup dan ampunilah dosa dosa kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih.

Senin, 04 Februari 2013

Puisi Gus Mus: Kemana Anak-anak Itu

Kemana Anak-anak Itu

Kemana anak-anak kita itu
Kemana anak-anak yang dilahirkan oleh seluruh bangsa ini dengan keringat,
dengan luka, dengan darah dan kematian
Anak-anak yang dilahirkan oleh sejarah
Dengan airmata tiga setengah abad
Kemana anak-anak itu
Siapa yang berani-berani menyembunyikan mereka
Siapa yang menculik mereka
Siapa yang mencuri dan membuang mereka
Anak-anak yang bernama kemerdekaan
Yang bernama hak makhluk hidup dan harkat kemanusiaan
Yang bernama cinta kasih sesama
Yang bernama adilnya kesejahteraan
Yang bernama keterbukaan dan kelapangan
Kemana
Aku melihat anak-anak itu lari tunggang langgang
Anak-anak itu diserbu oleh rasa takut yang mencekam
Aku melihat anak-anak itu bertiarap di bawah semak-semak jaman
Anak-anak itu ngumpet di balik kegelapan

Kematian bukanlah tragedi
Kecuali kita mencuri dari tuhan hak untuk menentukannya
Kematian tidak untuk ditangisi
Tapi apa yang menyebabkan kematian, itulah yang harus diteliti

Nyawa badan, nyawa rohani, nyawa kesadaran
Nyawa pikiran, nyawa hak untuk tentram, nyawa kewajiban untuk berbagi kesejahteraan
Nyawa amanat untuk merawat keadilan
Nyawa, nyawa , nyawa, nyawa itu dihembuskan oleh tuhan, dielus-elus dan disayang-sayang
Bahkan nyawa setiap ekor coro
Bahkan nyawa cacing yang menggeliat-geliat
Dijaga oleh tuhan dalam tata kosmos keseimbangan

Tuhan sangat bersungguh-sungguh dalam mengurusi setiap tetes embun yang ia tampung di sehelai daun
Tuhan menyayangi dengan sepenuh hati setiap titik debu yang menempati persemayamannya di tengah ruang
Tapi kita iseng sesama manusia
Kita tidak serius terhadap nilai-nilai
Bahkan terhadap tuhan pun kita bersikap setengah hati

Masyaalloh
Apa sih yang nancap di ubun-ubun kesadaran kita ini
Di akal kepala kita ini
Di dada kita ini
Sehingga sedemikian rajin kita tanam dendam dan kekerasan
Bukannya kelembutan atau kasih sayang
(CNKK)

Puisi Gus Mus: Jaman Wis Akhir Repertoar 01

Jaman Wis Akhir Repertoar 01

 Kalau memang yang bisa engkau pahami hanyalah kemauan, kepentingan dan nafsumu sendiri
Dan bukannya kerendahan hati untuk merundingkan titik temu kebersamaan
Maka siapkan kekebalan dari benturan-benturan dan luka untuk kemudian orang lain menggali tanah untuk menguburmu

Kalau memang engkau bermaksud menyulap sejarah dan mengubah zaman dalam sekedipan mata
Dan bukannya bersabar menggembalakan irama dan proses
Maka nantikan darah akan muncrat membasahi tanah airmu
Kemudian engkau sendiri akan terjerembab, terjatuh di terjalan-terjalan ketidakberdayaan
Kalau memang sesembahanmu adalah kenikmatan di dalam membenci
Adalah mabuk di dalam teriakan caci maki atau keasyikan di dalam kecurangan-kecurangan
Maka ambil pedangmu angkat tinggi-tinggi
Dan mulailah menabung kerelaan untuk engkau sendiri
Mati

Kalau engkau menyangka bahwa benarnya pendapatmu sendiri itulah kebenaran
Maka apa boleh buat aku mendaftarkan diri untuk melawanmu
Dan kalau engkau mengira benarnya orang banyak adalah segala-galanya
Di mana langit mimpi-mimpi bisa engkau raih dengan itu
Maka jangan sekali-kali menghalangiku untuk mengedari langit
Kan ku petik kebenaran yang sejati
Untuk aku taburkan ke bumi tanpa bisa engkau halangi

Dan kalau memang bagimu kehidupan adalah perjuangan untuk berkuasa
Dan mengalahkan saudara-saudaramu sendiri
Kalau engkau mengira kehidupan adalah untuk saling mengincar
Untuk menikam dari belakang
Atau untuk mengganti monopoli dengan monopoli baru
Menggusur hegemoni dengan hegemoni baru
Serta mengusir macan untuk engkau macani sendiri
Maka apakah itu usulanmu agar kita mempercepat keputusan untuk saling memusnahkan

Pusisi GusMus: Jaman Wis Akhir Repertoar 02

#2 Part of Jaman Wis Akhir Repertoar

Kalau yang sunyi engkau anggap tiada
Maka bersiaplah terbangun mendadak dari tidurmu oleh ledakannya
Kalau yang diam engkau remehkan
Bikinlah perahu agar di dalam banjir nanti engkau tidak tenggelam
Kalau yang tidak terlihat oleh pendanganmu engkau tiadakan
Bersiaplah jatuh tertabrak olehnya
Dan kalau yang kecil engkau sepelekan
Bersiaplah menikmati kekerdilanmu di genggaman kebesarannya

Kalau memang yang engkau pilih bukan kearifan untuk berbagi
Melainkan nafsu untuk menang sendiri
Maka terimalah kehancuran bagi yang kalah
Dan terimalah kehinaan bagi yang menang
Kalau yang mengendalikan langkahmu adalah rasa senang dan tidak senang
Dan bukannya pandangan yang jujur terhadap kebenaran
Maka buanglah mereka yang engkau benci
Dan bersiaplah engkau sendiri akan memasuki jurang

puisi Gus Mus: Membersamai Alloh

 

Segitiga Cinta: Membersamai Alloh, Membersamai Rasul dan Membersamai Sesama

 

Puisi-puisi Gus Mus

Bagimu

Bagimu kutancapkan kening kebangganku pada rendah tanah
Telah kuamankan sedapat mungkin imanku
Kuselamat-selamatkan islamku
Kini dengan segala milikmu ini
Ku serahkan kepadamu, Alloh
Terimalah

Kepala bergengsi yang terhormat ini
Dengan kedua mata yang mampu menangkap gerak-gerik dunia
Kedua telinga yang dapat menyadap kersik-kersik berita
Hidung yang bisa mencium wangi parfum hingga borok manusia
Mulut yang sanggup menyulap kebohongan menjadi kebenaran
Seperti yang lain
Hanyalah seper sekian percik tetes anugerahmu
Alangkah amat mudahnya Engkau melumatnya, Alloh
Sekali engkau lumat terbanglah cerdikku
Terbanglah gengsiku
Terbanglah kehormatanku
Terbanglah kegagahanku
Terbanglah kebanggaanku
Terbanglah mimpiku
Terbanglah hidupku
Alloh
Jika terbang, terbanglah
Sekarang pun aku pasrah
Asal menuju haribaan rahmatmu

Di Arafah


Terlentang aku seenaknya dalam pelukan bukit-bukit batu bertenda langit biru
Seorang anak, entah berkebangsaan apa mengikuti arah mataku
Dan dalam isyarat bertanya-tanya
Kapan Tuhan turun?
Aku tersenyum
Setan mengira dapat mengendarai matahari
Mengusik khusukku
Apa tak melihat ratusan ribu hati yang putih menggetarkan bibir, melepas dzikir
Menjagaku jutaan milyar malaikat menyiramkan berkat
Kulihat diriku terapung-apung dalam nikmat
Dan sang anak, entah berkebangsaan apa
Seperti melihat arak-arakan karnaval
Menari-nari dengan riangnya
Terlentang aku, satu di antara tumpukan debu dosa
Yang mencoba menindih
Akankah kiranya bertahan dari banjir airmata penyesalan missal ini
Gunung-gunung batu, menirukan tasbih kami
Pasir-pasir menghitung wirid kami
Dan si anak, yang aku tak tahu berkebangsaan apa tertidur di pangkuanku
Pulas sekali

Arafah, 1415

Di Pelataran Agung Mu nan Lapang


Di pelataran agungmu nan lapang
Kawanan burung merpati
sesekali sempat memunguti butir-butir bebijian yang kau tebarkan
Lalu terbang lagi menggores-gores biru langit
Melukis puja puji yang hening

Di pelataran agungmu nan lapang
Aku setitik noda
Setahi burung merpati menempel pada pekat gumpalan
Yang menyeret warna bias kelabu perputaran
Mengabur, melaju
Luluh dalam gemuruh talbiyah, takbir dan tahmid
Di kejar dosa-dosa dalam kerumunan dosa
Ada sebaris do’a
Siap kuucapkan
Lepas terhanyut airmata
Tersangkut di qiswah nan hitam
Di pelataran agungmu nan lapang
Aku titik-titik tahi merpati
Menggumpal dalam titik noda
Berputaran, mengabur, melaju
Luluh dalam gemuruh talbiyah, takbir dan tahmid
Mengejar ampunan dalam lautan ampunan
Terpelating, dalam khouf dan roja’

Kaum Beragama Negeri Ini

Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini
Mereka tidak mau kalah dengan kaum beragama lain di negeri-negeri lain
Demi mendapatkan ridho Mu mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka
Untuk merebut tempat terdekat di sisi Mu
Mereka bahkan tega menyodok dan menikam hamba-hamba Mu sendiri
Demi memperoleh rahmat Mu
Mereka memaafkan kesalahan dan mendiamkan kemungkaran
Bahkan mendukung kelaliman
Untuk membuktikan keluhuran budi mereka
Terhadap setan pun mereka tak pernah berburuk sangka

Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini
Mereka terus membuatkan Mu rumah-rumah mewah
Di antara gedung-gedung kota
Hingga di tengah-tengah sawah
Dengan kubah-kubah megah
Dan menara-menara menjulang untuk meneriakkan nama Mu
Menambah segan dan keder hamba-hamba kecil Mu
Yang ingin sowan kepada Mu
Nama Mu mereka nyanyikan dalam acara hiburan hingga pesta agung kenegaraan
Mereka merasa begitu dekat dengan Mu
Hingga masing-masing merasa berhak mewakili Mu
Yang memiliki kelebihan harta membuktikan kedekatannya
Dengan harta yang Engkau berikan
Yang memiliki kelebihan kekuasaan membuktikan kedekatannya
Dengan kekuasaan yang Engkau limpahkan
Yang memiliki kelebihan ilmu membuktikan kedekatannya
Dengan ilmu yang Engkau kurniakan
Mereka yang Engkau anugerahi kekuatan seringkali merasa engkau sendiri
Mereka bukan saja ikut menentukan ibadah
Tapi juga menetapkan siapa ke surga siapa ke neraka
Mereka sakralkan pendapat mereka
Dan mereka akbarkan semua yang mereka lakukan
Hingga takbir dan ikrar mereka yang kosong
Bagai perut bedug
Allohu akbar walillahil hamd

La Ilaha Illa Alloh


Syahadat
Inilah kesaksianku
Inilah pernyataanku, inilah ikrarku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh memperhambaku kecuali Alloh
Tapi nafsu terus memperhambaku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh menguasaiku kecuali Alloh
Tapi kekuasaan terus menguasaiku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh menjajahku kecuali Alloh
Tapi materi terus menjajahku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh mengaturku kecuali Alloh
Tapi benda mati terus mengaturku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh memaksaku kecuali Alloh
Tapi syahwat terus memaksaku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh mengancamku kecuali Alloh
Tapi rasa takut terus mengancamku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh merekayasaku kecuali Alloh
Tapi kepentingan terus merekayasaku
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku mengharap
Tapi kepada siapa pun_Masya Alloh_aku mengharap
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku memohon
Tapi kepada siapa pun_Masya Alloh_aku terus memohon
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku bersimpuh
Tapi kepada apa pun_Masya Alloh_aku terus bersimpuh
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku bersujud
Tapi kepada apapun aku terus bersujud
Laa Ilaha Illa Alloh
Masya Alloh

Sholawat


Ya Rasulalloh sholawat dan salam bagi paduka
Dari kedua mataku yang menggenang airmata dan darah
Serasa kulihat manik-manik mutiara berkilauan di kedua mata paduka yang indah
Paduka pasti terluka memandang kelakuan kami
Paduka pasti berduka
Oh Rasulalloh oh kekasih
Ampun, bukan kami hendak mempermalukan paduka
Tapi kami tak sekuat paduka
Dunia telah menguasai diri kami
Padahal paduka telah berulang kali mengingatkan
Kami terlalu memanjakan daging-daging
Dan mengabaikan sukma-sukma kami
Kami terlalu sibuk membela kepentingan diri sendiri
Berebut materi sambil meneriakkan nama paduka
Maka kami pun tak bisa mendengar suara paduka yang merdu menghimbau penuh kasih sayang
Mengajak saling menyayang

Ya Rasulalloh sholawat dan salam bagi paduka
Mereka yang tak mau mendengar paduka
Tak percaya pada keabadian hakiki yang paduka tunjukkan
Telah mengejar kebahagiaan semu mereka sendiri
Dan mereka harus membuktikan kekeliruan mereka dalam kepahitan azab penderitaan
Oh, alangkah malang
Oh, alangkah sayang
Tak ada kebahagiaan pada daging yang dimanjakan
Tak ada kebahagiaan pada kepentingan sesaat
Tak ada kebahagiaan pada kepentingan sendiri yang dimenangkan
Tak ada kebahagiaan pada kenikmatan singkat
Tak ada kebahagiaan pada api yang membakar
Tak ada kebahagiaan pada darah yang tertumpah
Tak ada kebahagiaan pada dendam yang diumbar
Tak ada kebahagiaan pada kobaran amarah
Tak ada kebahagiaan pada puing-puing berasap
Tak ada kebahagiaan pada tangis dan ratap
Tak ada kebahagiaan pada kebahagiaan yang telah paduka tunjukkan
Oh Rasulalloh, oh kekasih
Kami terlalu mencintai diri kami
Hingga mencelakakannya
Ternyata paduka lebih mencintai diri kami
Ya Rasulalloh sholawat dan salam bagimu selalu

Ya Rasulalloh


Aku ingin seperti santri berbaju putih yang tiba-tiba datang menghadapmu
Duduk menyentuhkan dua lututnya pada lutut agungmu
Dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha-paha mulyamu
Lalu aku akan bertanya:
Ya Rasulalloh tentang islamku, Ya Rasulalloh tentang imanku, Ya Rasulalloh tentang ihsanku
Ya Rasulalloh mulut dan hatiku bersaksi tiada tuhan selain Alloh
Dan engkau Ya Rasulalloh utusan Alloh
Tapi kusembah juga diriku
Astaghfirulloh
Dan risalahmu hanya kubaca bagai sejarah Ya Rasulalloh
Setiap saat jasadku sholat
Setiap kali tubuhku bersimpuh
Diriku jua yang kuingat
Setiap saat kubaca sholawat
Setiap kali tak lupa kubaca salam
Assalamu’alaika ayyuhannabiyyu warohmatullohi wa barokatuh
Salam kepadamu wahai nabi juga berkat dan rahmat Alloh
Tapi tak pernah kusadari apakah di hadapanku kau menjawab salamku
Bahkan apakah aku menyalamimu
Ya Rasulalloh ragaku berpuasa dan jiwaku kulepas bagai kuda
Ya rasulalloh sekali-kali kubayar zakat dengan niat dapat balasan kontan dan berlipat
Ya Rasulalloh aku pernah naik haji sambil menaikkan gengsi
Ya Rasulalloh sudah islamkah aku
Ya Rasulalloh aku percaya Alloh dan sifat-sifat Nya
Aku percaya malaikat dan percaya kitab-kitab suci Nya
Percaya nabi-nabi utusannya
Aku percaya akhirat, percaya qodho’ qodar Nya seperti yang kucatat dan kuhafal dari ustadz
Tapi aku tak tahu seberapa besar itu mempengaruhi lakuku
Ya Rasulalloh sudah imankah aku?
Ya Rasulalloh setiap kudengar panggilan aku menghadap Alloh
Tapi apakah ia menjumpaiku
Sedang wajah dan hatiku tak menentu
Ya Rasulalloh dapatku aku berihsan?
Ya Rasulalloh aku ingin menatap walau sekejab
Wajahmu yang elok mengerlap
Setelah sekian lama mataku hanya menangkap gelap
Ya Rasulalloh aku ingin mereguk senyummu yang segar
Setelah dahaga di padang kehidupan yang hambar
Hampir membuatku terkapar
Ya Rasulalloh meski secercah, teteskan padaku cahayamu
Buat bekalku sekali lagi
Menghampiri Nya

 

Puisi-puisi Gus Mus

Bagimu

Bagimu kutancapkan kening kebangganku pada rendah tanah
Telah kuamankan sedapat mungkin imanku
Kuselamat-selamatkan islamku
Kini dengan segala milikmu ini
Ku serahkan kepadamu, Alloh
Terimalah

Kepala bergengsi yang terhormat ini
Dengan kedua mata yang mampu menangkap gerak-gerik dunia
Kedua telinga yang dapat menyadap kersik-kersik berita
Hidung yang bisa mencium wangi parfum hingga borok manusia
Mulut yang sanggup menyulap kebohongan menjadi kebenaran
Seperti yang lain
Hanyalah seper sekian percik tetes anugerahmu
Alangkah amat mudahnya Engkau melumatnya, Alloh
Sekali engkau lumat terbanglah cerdikku
Terbanglah gengsiku
Terbanglah kehormatanku
Terbanglah kegagahanku
Terbanglah kebanggaanku
Terbanglah mimpiku
Terbanglah hidupku
Alloh
Jika terbang, terbanglah
Sekarang pun aku pasrah
Asal menuju haribaan rahmatmu

Di Arafah


Terlentang aku seenaknya dalam pelukan bukit-bukit batu bertenda langit biru
Seorang anak, entah berkebangsaan apa mengikuti arah mataku
Dan dalam isyarat bertanya-tanya
Kapan Tuhan turun?
Aku tersenyum
Setan mengira dapat mengendarai matahari
Mengusik khusukku
Apa tak melihat ratusan ribu hati yang putih menggetarkan bibir, melepas dzikir
Menjagaku jutaan milyar malaikat menyiramkan berkat
Kulihat diriku terapung-apung dalam nikmat
Dan sang anak, entah berkebangsaan apa
Seperti melihat arak-arakan karnaval
Menari-nari dengan riangnya
Terlentang aku, satu di antara tumpukan debu dosa
Yang mencoba menindih
Akankah kiranya bertahan dari banjir airmata penyesalan missal ini
Gunung-gunung batu, menirukan tasbih kami
Pasir-pasir menghitung wirid kami
Dan si anak, yang aku tak tahu berkebangsaan apa tertidur di pangkuanku
Pulas sekali

Arafah, 1415

Di Pelataran Agung Mu nan Lapang


Di pelataran agungmu nan lapang
Kawanan burung merpati
sesekali sempat memunguti butir-butir bebijian yang kau tebarkan
Lalu terbang lagi menggores-gores biru langit
Melukis puja puji yang hening

Di pelataran agungmu nan lapang
Aku setitik noda
Setahi burung merpati menempel pada pekat gumpalan
Yang menyeret warna bias kelabu perputaran
Mengabur, melaju
Luluh dalam gemuruh talbiyah, takbir dan tahmid
Di kejar dosa-dosa dalam kerumunan dosa
Ada sebaris do’a
Siap kuucapkan
Lepas terhanyut airmata
Tersangkut di qiswah nan hitam
Di pelataran agungmu nan lapang
Aku titik-titik tahi merpati
Menggumpal dalam titik noda
Berputaran, mengabur, melaju
Luluh dalam gemuruh talbiyah, takbir dan tahmid
Mengejar ampunan dalam lautan ampunan
Terpelating, dalam khouf dan roja’

Kaum Beragama Negeri Ini

Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini
Mereka tidak mau kalah dengan kaum beragama lain di negeri-negeri lain
Demi mendapatkan ridho Mu mereka rela mengorbankan saudara-saudara mereka
Untuk merebut tempat terdekat di sisi Mu
Mereka bahkan tega menyodok dan menikam hamba-hamba Mu sendiri
Demi memperoleh rahmat Mu
Mereka memaafkan kesalahan dan mendiamkan kemungkaran
Bahkan mendukung kelaliman
Untuk membuktikan keluhuran budi mereka
Terhadap setan pun mereka tak pernah berburuk sangka

Tuhan, lihatlah betapa baik kaum beragama negeri ini
Mereka terus membuatkan Mu rumah-rumah mewah
Di antara gedung-gedung kota
Hingga di tengah-tengah sawah
Dengan kubah-kubah megah
Dan menara-menara menjulang untuk meneriakkan nama Mu
Menambah segan dan keder hamba-hamba kecil Mu
Yang ingin sowan kepada Mu
Nama Mu mereka nyanyikan dalam acara hiburan hingga pesta agung kenegaraan
Mereka merasa begitu dekat dengan Mu
Hingga masing-masing merasa berhak mewakili Mu
Yang memiliki kelebihan harta membuktikan kedekatannya
Dengan harta yang Engkau berikan
Yang memiliki kelebihan kekuasaan membuktikan kedekatannya
Dengan kekuasaan yang Engkau limpahkan
Yang memiliki kelebihan ilmu membuktikan kedekatannya
Dengan ilmu yang Engkau kurniakan
Mereka yang Engkau anugerahi kekuatan seringkali merasa engkau sendiri
Mereka bukan saja ikut menentukan ibadah
Tapi juga menetapkan siapa ke surga siapa ke neraka
Mereka sakralkan pendapat mereka
Dan mereka akbarkan semua yang mereka lakukan
Hingga takbir dan ikrar mereka yang kosong
Bagai perut bedug
Allohu akbar walillahil hamd

La Ilaha Illa Alloh


Syahadat
Inilah kesaksianku
Inilah pernyataanku, inilah ikrarku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh memperhambaku kecuali Alloh
Tapi nafsu terus memperhambaku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh menguasaiku kecuali Alloh
Tapi kekuasaan terus menguasaiku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh menjajahku kecuali Alloh
Tapi materi terus menjajahku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh mengaturku kecuali Alloh
Tapi benda mati terus mengaturku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh memaksaku kecuali Alloh
Tapi syahwat terus memaksaku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh mengancamku kecuali Alloh
Tapi rasa takut terus mengancamku
Laa Ilaha Illa Alloh
Tak ada yang boleh merekayasaku kecuali Alloh
Tapi kepentingan terus merekayasaku
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku mengharap
Tapi kepada siapa pun_Masya Alloh_aku mengharap
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku memohon
Tapi kepada siapa pun_Masya Alloh_aku terus memohon
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku bersimpuh
Tapi kepada apa pun_Masya Alloh_aku terus bersimpuh
Laa Ilaha Illa Alloh
Hanya kepada Alloh aku bersujud
Tapi kepada apapun aku terus bersujud
Laa Ilaha Illa Alloh
Masya Alloh

Sholawat


Ya Rasulalloh sholawat dan salam bagi paduka
Dari kedua mataku yang menggenang airmata dan darah
Serasa kulihat manik-manik mutiara berkilauan di kedua mata paduka yang indah
Paduka pasti terluka memandang kelakuan kami
Paduka pasti berduka
Oh Rasulalloh oh kekasih
Ampun, bukan kami hendak mempermalukan paduka
Tapi kami tak sekuat paduka
Dunia telah menguasai diri kami
Padahal paduka telah berulang kali mengingatkan
Kami terlalu memanjakan daging-daging
Dan mengabaikan sukma-sukma kami
Kami terlalu sibuk membela kepentingan diri sendiri
Berebut materi sambil meneriakkan nama paduka
Maka kami pun tak bisa mendengar suara paduka yang merdu menghimbau penuh kasih sayang
Mengajak saling menyayang

Ya Rasulalloh sholawat dan salam bagi paduka
Mereka yang tak mau mendengar paduka
Tak percaya pada keabadian hakiki yang paduka tunjukkan
Telah mengejar kebahagiaan semu mereka sendiri
Dan mereka harus membuktikan kekeliruan mereka dalam kepahitan azab penderitaan
Oh, alangkah malang
Oh, alangkah sayang
Tak ada kebahagiaan pada daging yang dimanjakan
Tak ada kebahagiaan pada kepentingan sesaat
Tak ada kebahagiaan pada kepentingan sendiri yang dimenangkan
Tak ada kebahagiaan pada kenikmatan singkat
Tak ada kebahagiaan pada api yang membakar
Tak ada kebahagiaan pada darah yang tertumpah
Tak ada kebahagiaan pada dendam yang diumbar
Tak ada kebahagiaan pada kobaran amarah
Tak ada kebahagiaan pada puing-puing berasap
Tak ada kebahagiaan pada tangis dan ratap
Tak ada kebahagiaan pada kebahagiaan yang telah paduka tunjukkan
Oh Rasulalloh, oh kekasih
Kami terlalu mencintai diri kami
Hingga mencelakakannya
Ternyata paduka lebih mencintai diri kami
Ya Rasulalloh sholawat dan salam bagimu selalu

Ya Rasulalloh


Aku ingin seperti santri berbaju putih yang tiba-tiba datang menghadapmu
Duduk menyentuhkan dua lututnya pada lutut agungmu
Dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha-paha mulyamu
Lalu aku akan bertanya:
Ya Rasulalloh tentang islamku, Ya Rasulalloh tentang imanku, Ya Rasulalloh tentang ihsanku
Ya Rasulalloh mulut dan hatiku bersaksi tiada tuhan selain Alloh
Dan engkau Ya Rasulalloh utusan Alloh
Tapi kusembah juga diriku
Astaghfirulloh
Dan risalahmu hanya kubaca bagai sejarah Ya Rasulalloh
Setiap saat jasadku sholat
Setiap kali tubuhku bersimpuh
Diriku jua yang kuingat
Setiap saat kubaca sholawat
Setiap kali tak lupa kubaca salam
Assalamu’alaika ayyuhannabiyyu warohmatullohi wa barokatuh
Salam kepadamu wahai nabi juga berkat dan rahmat Alloh
Tapi tak pernah kusadari apakah di hadapanku kau menjawab salamku
Bahkan apakah aku menyalamimu
Ya Rasulalloh ragaku berpuasa dan jiwaku kulepas bagai kuda
Ya rasulalloh sekali-kali kubayar zakat dengan niat dapat balasan kontan dan berlipat
Ya Rasulalloh aku pernah naik haji sambil menaikkan gengsi
Ya Rasulalloh sudah islamkah aku
Ya Rasulalloh aku percaya Alloh dan sifat-sifat Nya
Aku percaya malaikat dan percaya kitab-kitab suci Nya
Percaya nabi-nabi utusannya
Aku percaya akhirat, percaya qodho’ qodar Nya seperti yang kucatat dan kuhafal dari ustadz
Tapi aku tak tahu seberapa besar itu mempengaruhi lakuku
Ya Rasulalloh sudah imankah aku?
Ya Rasulalloh setiap kudengar panggilan aku menghadap Alloh
Tapi apakah ia menjumpaiku
Sedang wajah dan hatiku tak menentu
Ya Rasulalloh dapatku aku berihsan?
Ya Rasulalloh aku ingin menatap walau sekejab
Wajahmu yang elok mengerlap
Setelah sekian lama mataku hanya menangkap gelap
Ya Rasulalloh aku ingin mereguk senyummu yang segar
Setelah dahaga di padang kehidupan yang hambar
Hampir membuatku terkapar
Ya Rasulalloh meski secercah, teteskan padaku cahayamu
Buat bekalku sekali lagi
Menghampiri Nya