Selasa, 29 Januari 2013

Para Qutub

 

Para Qutub ( Wali Spiritual Islam )

 
 
Beberapa wali yang pernah mencapai
derajat wali Quthub al-Aqthab (Quthub al-
Ghaus) pada masanya :
Sayyid Hasan ibnu Ali ibnu Abi Thalib
Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
Syaikh Yusuf al-Hamadani
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Syaikh Ahmad al-Rifa’i
Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy
Syaikh Ahmad Badawi
Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
Syaikh Muhyiddin ibnu Arabi
Syaikh Muhammad Bahauddin an-
Naqsabandi
Syaikh Ibrahim Addusuqi
Syaikh Jalaluddin Rumi
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Beliau pernah berkata Kakiku ada diatas
kepala seluruh wali. Menurut Abdul Rahman
Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat
Al-Uns, bahwa beberapa wali terkemuka
diberbagai abad sungguh-sungguh
meletakkan kepala mereka dibawah kaki
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
Syaikh Ahmad al-Rifa’i
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah
ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka
nampak tangan dari dalam kubur Nabi
bersalaman dengan beliau dan beliau pun
terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia
itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang
ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi
Saw tersebut. Salah seorang muridnya
berkata :
“Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub”.
Jawabnya; “Sucikan olehmu syak mu
daripada Quthubiyah”. Kata murid: “Tuan
Guru adalah Ghaus!”. Jawabnya: “Sucikan
syakmu daripada Ghausiyah”.
Al-Imam Sya’roni mengatakan bahwa yang
demikian itu adalah dalil bahwa Syaikh
Ahmad al-Rifa’i telah melampaui “Maqamat”
dan “Athwar” karena Qutub dan Ghauts itu
adalah Maqam yang maklum (diketahui
umum).
Sebelum wafat beliau telah menceritakan
kapan waktunya akan meninggal dan sifat-
sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan
menjalani sakit yang sangat parah untuk
menangung bilahinya para makhluk.
Sabdanya, Aku telah di janji oleh Allah, agar
nyawaku tidak melewati semua dagingku
(daging harus musnah terlebih dahulu).
Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang
mengakibatkan kewafatannya, beliau
berkata, “Sisa umurku akan kugunakan
untuk menanggung bilahi agungnya para
makhluk.
Kemudian beliau menggosok-ngosokkan
wajah dan uban rambut beliau dengan debu
sambil menangis dan beristighfar . Yang
dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah
sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak
terhitung banyaknya kotoran yang keluar
dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya
selama sebulan. Hingga ada yang tanya, Kok,
bisa sampai begitu banyaknya yang keluar,
dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah
dua puluh hari tuan tidak makan dan minum.
Beliau menjawab, Karena ini semua
dagingku telah habis, tinggal otakku, dan
pada hari ini nanti juga akan keluar dan
besok aku akan menghadap Sang Maha
Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah
benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus
berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari
perutnya. Demikian mulia dan besarnya
pengorbanan Aulia Allah ini sehingga
sanggup menderita sakit menanggung bala
yang sepatutnya tersebar ke atas manusia
lain. Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti
yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis
waktu duhur 12 Jumadil Awal tahun 570
Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun
578 Hijrah.
Syaikh Ahmad Badawi
Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau
menatap matahari, sehingga kornea
matanya merah membara. Apa yang
dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya
hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap
langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak
masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan
riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih
perutnya tak terisi makanan dan minuman.
Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan
bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi
dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas
dari kalimat toyyibah, berdzikir dan
bersholawat.
Pada usia dini beliau telah hafal Al-Quran,
untuk memperdalam ilmu agama ia berguru
kepada syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan
syaikh Ahmad Rifai. Suatu hari, ketika beliau
telah sampai ketingkatannya, Syaikh Abdul
Qadir al-Jailani, menawarkan kepadanya:
“Manakah yang kau inginkan ya Ahmad
Badawi, kunci Masyriq atau Maghrib, akan
kuberikan untukmu”, hal yang sama juga
diucapkan oleh gurunya Syaikh Ahmad Rifai,
dengan lembut, dan karna menjaga
tatakrama murid kepada gurunya, ia
menjawab; Aku tak mengambil kunci kecuali
dari al-Fattah (Allah ).
Peninggalan syaikh Ahmad Badawi yang
sangat utama, yaitu bacaan shalawat
badawiyah sughro dan shalawat badawiyah
kubro.
Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
Keramat itu tidak diberikan kepada orang
yang mencarinya dan menuruti keinginan
nafsunya dan tidak pula diberikan kepada
orang yang badannya digunakan untuk
mencari keramat. Yang diberi keramat hanya
orang yang tidak merasa diri dan amalnya,
akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah
dan merasa mendapat anugerah (fadhal)
dari Allah semata, tidak menaruh harapan
dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara
istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat
duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa,
seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan
sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat
dan pemeliharaan yang khusus dari Allah
swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang
lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah
swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang
siapa saja yang menjadi gurunya. Kemudian
beliau menjawab, Guruku adalah Syaikh
Abdus Salam ibnu Masyisy, akan tetapi
sekarang aku sudah menyelami dan minum
sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu
dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin
Khattab r.a, Usman bin Affan r.a dan Ali bin
Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari
malaikat Jibril, Mika’il, Isrofil, Izro’il dan ruh
yang agung.
Beliau pernah berkata, Aku diberi tahu
catatan muridku dan muridnya muridku,
semua sampai hari kiamat, yang lebarnya
sejauh mata memandang, semua itu mereka
bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak
terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa
memberi tahu tentang kejadian apa saja
yang akan terjadi besok sampai hari kiamat.
Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, Aku
setiap malam banyak membaca
Radiyallahu’an Asy-Syekh Abul Hasan dan
dengan ini aku berwasilah meminta kepada
Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka
terkabulkanlah apa saja permintaanku.
Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi
Muhammad saw. dan aku bertanya, Ya
Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah
membaca Radiya Allahu ˜An Asy-Syaikh Abu
Hasan dan aku meminta apa saja kepada
Allah swt, apa yang menjadi kebutuhanku
lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah
diperbolehkan atau tidak?. Lalu Nabi saw
menjawab, Abu Hasan itu anakku lahir batin,
anak itu bagian yang tak terpisahkan dari
orang tuanya, maka barang siapa
bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti
dia sama saja bertawassul kepadaku.
Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili
yang sangat utama, yaitu Hizib Nashr dan
Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib
Bahar dengan istiqomah, akan mendapat
perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila
ada orang yang bermaksud jahat mau
menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan
air yang sangat luas. Si penyatron akan
melakukan gerak renang layaknya orang
yang akan menyelamatkan diri dari daya
telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan
terus melakukan gerak renang sampai pagi
tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib
Bahar ditulis syaikh Abu Hasan asy-Syazili di
Laut Merah (Laut Qulzum).
Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu
syaikh Abu Hasan asy-Syazili pernah berlayar
menumpang perahu. Di tengah laut tidak
angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa
berlayar selama beberapa hari. Dan,
beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili
melihat Rasulullah. Beliau datang membawa
kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu
Hasan asy-Syazili melafazkan doa-doa. Usai
syaikh Abu Hasan asy-Syazili membaca doa,
angin bertiup dan kapal kembali berlaya