Senin, 04 Februari 2013

PAGINYA DI TAMAN SURGA



SETIAP PAGINYA, ADA TAMAN SURGA DI ISTANA KITA


Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Apabila kamu melintasi taman-taman surga, hendaklah kamu berhenti singgah. Para sahabat bertanya, “Apa taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, “Halaqah Dzikir“ [Hadits Riwayat at-Tirmidzi]
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan halaqah dzikir ini? Para ulama berbeda pendapat tentang ini dan secara umum bisa dikelompokkan menjadi tiga pendapat yakni
Pertama, sekelompok orang yang duduk bersama kemudian berdzikir kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Pendapat ini didasarkan pada hadits Mu’awiyah rodhiyAllahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di kitab shahihnya bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu halaqoh para sahabat. Kemudian beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan kalian duduk (disini)?”. Para sahabat menjawab, “Kami duduk berdzikir kepada Allah.” Beliau bertanya lagi, “Demi Allah, apakah kalian duduk (disini) hanya karena hal itu (dzikir)?” Para sahabat menjawab, “Demi Allah, tidak ada yang menyebabkan kami duduk (disini) kecuali karena hal itu”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidaklah meminta kalian bersumpah karena aku menyangka kalian berbohong. Akan tetapi Jibril telah mendatangiku, lalu memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian kepada malaikat.” [HR Muslim]
Kedua, sekelompok orang yang duduk bersama untuk membaca dan mempelajari al-Quran.
Pendapat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu yaitu salah seorang membaca dan lainnya mendengarkan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul didalam salah satu rumah diantara rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, dan Allah menyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapan-Nya.” [HR Muslim]
Ketiga, majelis ilmi yaitu yang membahas ilmu-ilmu agama, membahas tentang halal dan haram dan lainnya.
                Beberapa ulama yang sependapat dengan ini antara lain
Syaikh Salim bin Ied al-Hilaly berkata, “Halaqah-halaqah dzikir adalah majelis-majelis ilmu yang diadakan di rumah-rumah Allah untuk belajar, mengajar dan mencari pemahaman tentang agama.” Beliau juga berkata, “Halaqah dzikir yang dicintai oleh Allah adalah majelis-majelis ilmu, bersama-sama mempelajari al-Quran dan as-Sunnah dan mencari pemahaman tentang hal itu.”
Imam al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan, Halaqah dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu tentang halal dan haram. Sementara, dalam pandangan Imam al-Ghazali rahimahullah, Majelis itu ialah forum yang membahas ilmu akhirat,  ilmu tentang Allah dan kekuasaan-Nya serta penciptaan-Nya. [Faydh al-Qadir, 1/696]
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebut taman surga itu sebagai majelis ilmu. Inilah yang juga dipahami oleh para sahabat seperti Abu Hurairah dan Ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma. [Fauzi Sinaqart, At-Taqarrub ilia Allah]
Dari ketiga pendapat tadi, dapat disimpulkan kalau halaqah dzikir yang merupakan taman-taman surga, yaitu sekelompok orang yang berdzikr di suatu tempat dengan dzikir dan tatacara yang diajarkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam atau berkumpul untuk membaca dan mempelajari al-Quran atau berkumpul untuk mempelajari ilmu agama.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah menggambarkan dalam bukunya Hadil Arwaah lla Biladil Afrah, yang terjemahannya berjudul Tamasya ke Surga. Taman surga bangunannya tersusun dari batu-bata yang terbuat dari emas dan perak. Dinaungi oleh Arasy Ar-Rahman. Pepohonannya dari emas dan perak sebening kaca. Buah-buahannya lebih lembut dari keju dan lebih manis dari madu, sungai-sungainya mengalirkan susu, madu dan arak yang tidak memabukkan, kendaraannya kuda dan unta bersayap yang terbang mengantarkan kemana pun pengendaranya suka, dan segala kenikmatan dari semua kenikmatan yang tidak terbayangkan.
MasyaAllah, tidak ada menandingi kenikmatan, keindahan, keutamaan, kemuliaan majelis ilmu dan tak bisa dibandingkan dengan taman di belahan dunia manapun sehingga majelis dzikir dan majelis ilmu oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disetarakan dengan taman surga.
Taman Surga di Istana kita
Ikhwah fillah, sungguh di Istana kita taman surga itu senantiasa hadir setiap paginya. Kita awali halaqah yang indah itu dengan bersama-sama menganggungkan asma-Nya dengan dzikir yang ma’tsur.  Walaupun terkadang genderang perang dengan syaithon kita tabuh saat melawan rasa kantuk yang menghinggapi, kita pun berusaha memperlihatkan jidiyyah kita mengamalkan sunnah nabi ini.  Setelahnya, kita pun selami berbagai lautan ilmu. Terkadang kita pun berusaha mentadabburi dan memahami kandungan Al Qur’an dari tafsir fi zhilalil Qur’an, seakan-akan sang maestro dakwah Sayyid Quthb hadir bersama kita bergantian dengan Ibnu Katsir yang hadir dengan Tafsir Al Qur’anul Adhim-nya. Esok paginya, kita memasuki taman-taman orang shalih yang terdapat dalam kitab Riyadush Shalihin. Imam Nawawi rahimahullah secara sistematis memaparkan kepada kita tentang hadits-hadits Rasulullah Shalallahu’alaihi wa Sallam untuk kita amalkan. Pertemuan dengan para sahabat Rasulullah dalam Rijal Hawlar-Rasul karya Khalid Muhammad Khalid atau dengan para tabi’in dalam Shuwar min hayatit Tab’in Syaikh Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya rahimahulloh sungguh sarat dengan hikmah yang membuat kita cemburu dan terkagum dengan akhlak mereka.
Dalam majelis ini, kita berusaha meningkatkan kualitas kepribadian kita sebagai seorang muslim (syakhsyiah islamiyah), maka upaya saling memberikan nasehat kebaikan (tawashshau bil haq) disini menjadi sesuatu yang kita rindukan. Kitab Al Adab karya fuad bin abdil azizi Asy-Syalhuub menjadi salah satu pilihan untuk menyempurnakan akhlak islami. Ayat-ayat Kauniyah-Nya pun kita kaji dalam majelis ini melalui tatsqif ilmiah yang kental dengan diskusi yang mencerdaskan. Kafa’ah kita dalam berbahasa pun melengkapi indahnya taman surga kita, mulai dari bahasa internasional (Baca: inggris) hingga bahasa al Qur’an.  Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan? ”Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS Ar Rahman :13)
Keutamaan Majelis Ilmu
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya. Barangsiapa yang kurang amalannya, maka nasabnya tidak mengangkatnya” (HR Muslim).
Termasuk sangat rugi jikalau melewatkan seharipun dari majelis pagi yang mulia ini. Bukan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda seperti hadits yang diriwayatkan imam muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu di atas, bahwa sungguh kita akan mendapatkan banyak keutamaan dalam majelis ini, yakni
  1. السَّكِينَة  (ketenangan)
  2. وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَة (diselimuti rahmat Allah)
  3. وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَة (dikelilingi malaikat rahmah)
  4. وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَه  (Allah memuji dan memberikan pahala di hadapan para malaikatNya).
Subhaanallah saat kita berada dalam majelis ilmu Allah akan memberikan ketenangan kepada kita, bisa jadi ke-galau-an yang sering kita alami bisa jadi karena kita sering banyak melewatkan majelis ilmu, jauh dari taman surganya. Dan dalam majelis ini, rahmat Allah senantiasa mengitari kita. Tahukah kawan, rahmat Allah itu sungguh luar biasa agung. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shalalallahu ‘alaihi Wa Sallam bersabda “Allah membagi rahmat-Nya menjadi seratus bagian. Maka yang sembilan puluh sembilan bagian ditahan-Nya di sisi-Nya dan yang satu bagian diturunkan-Nya ke bumi. Dengan rahmat yang satu bagian itulah semua makhluk sayang-menyayangi sehingga seekor kuda akan mengangkat telapak kakinya karena takut anaknya terinjak olehnya”. (H.R Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Makhluk Allah yang paling taat yaitu para malaikat-pun sampai mengitari majelis ilmu. Bahkan yang paling luar niasa, Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya. Sungguh, kita berbahagia saat dipuji pendamping asrama di hadapan majelis, lebih berbahagia saat dosen memuji kita di hadapan para mahasiswa lain di kampus. Apalagi dipuji oleh presiden di hadapan rakyat Indonesia di televisi. Lalu, apakah ada yang melebihi kebahagiaan kita saat dipuji oleh pencipta alam semesta Allah Ta’ala di depan para makhluk yang Ia muliakan? Adakah kawan?
Tiga Golongan Muslim dalam menyikapi Majelis Ilmu
Penyikapan seorang muslim terhadap majelis pagi membuatnya terbagi menjadi tiga kelompok. Hal ini didasarkan oleh hadits dengan matan sebagai berikut.
 عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنْ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
Dari Abu Waqid al-Laitsi radhiyallohu’anhu, ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam sedang duduk dalam masjid bersama para sahabat, tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang menghampiri Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan yang seorang pergi. Orang yang pertama melihat ada celah pada halaqah lalu duduk disana. Orang yang kedua duduk di belakang mereka (di belakang halaqoh). Sedangkan orang yang ketiga berpaling dan pergi. Setelah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam selesai, beliau bersabda, “Maukah aku beritahu kalian tentang tiga orang tadi? Adapun salah satu dari mereka, dia mendekat kepada Allah maka Allah-pun mendekatkannya. Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan yang lain lagi dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari hadits tersebut dapat kita mengetahui ketiga kelompok tersebut. Pertama,  فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا  orang yang melihat ada celah pada majelis lalu duduk disana. Kelompok muslim ini saat melihat ada ruang kosong dalam majelis, ia segera berfastabiqul khairat untuk segera mendekati sumber mejelis ilmu tersebut dan menyimaknya dengan sangat antusias. Maka yang ia akan dapatkan adalah فَآوَاهُ اللَّهُ Allah-pun mendekatkannya. Kedua, وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ orang yang duduk di luar majelis. Karakteristik kelompok yang kedua ini adalah orang yang “malu-malu” atau lebih tepatnya setengah-setengah terhadap majelis. Ia tidak mau mendekati majelis, bahkan cenderung “bersembunyi” agar tidak terlihat oleh sang muwajih atau peserta majelis yang lain. Bisa jadi, mengantuk bahkan tertidur di majelis menjadi pemandangan yang tidak aneh untuk kelompok ini. Maka terhadap kelompok ini, ia tidak akan bisa mendapatkan pencerahan ilmu. Karena menganggap forum ini adalah sebuah formalitas karena resiko kewajiban majelis yang harus ia tunaikan. Oleh karena itu, terhadap kelompok kedua ini فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ Allah-pun malu kepadanya, artinya Allah-pun setengah-setengah terhadapnya. Namun, kelompok kedua ini masih lebih baik dari pada kelompok ketiga, وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا orang yang berpaling dan pergi dari majelis. Kelompok ketiga inilah yang paling kita wajib hindari apalagi diteladani. Kelompok yang tanpa udzur (sengaja) meninggalkan majelis. Mungkin baginya, mengunci diri di dalam kamar bersama dengan mimpi syaithon yang melenakan terlihat lebih “indah” dibandingkan dengan taman surga-Nya. Urusan-urusan duniawi yang sebenarnya bisa dikerjakan setelah itu (contoh mencuci pakaian, dll) terlihat lebih “penting” dibandingkan dengan majelis ilmu-Nya. Merekapun merasa “biasa-biasa” saja tanpa dosa saat rahmat Allah lepas darinya. Maka terhadap kelompok ini, فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ Allah-pun berpaling darinya.
Oleh karena itu saudara dan saudariku tercinta, jangan pernah sedikitpun terbesit dalam hati maupun dalam pikiran untuk meninggalkan mejelis pagi ini. Jangan sampai rasa malas mengalahkan  diri kita untuk menghadiri halaqoh dzikir ini. Jangan sampai mimpi semu syaithon membuat  kita terlena dan mengabaikan taman surga yang terhampar di asrama setiap paginya.  Jangan sampai membuat Allah berpaling dari kita. Karena siapa lagi yang akan membantu problematika kita, menolong kita dikala kita kesusahan jikalau Allah berpaling dari kita? Yuk kita hidupkan setiap majelis-majelis ilmu, ikuti dengan penuh keikhlasan, semangat belajar yang tinggi dan dengan penuh antusias.
Wallahua’lam bisshawab.